"KORELASI antara KONDISI EKONOMI/KESEJAHTERAAN Masyarakat dgn KERUSUHAN/KONFLIK"
studi kasus Konflik Maluku/Ambon.
UKSW, 15 September 2011
studi kasus Konflik Maluku/Ambon.
UKSW, 15 September 2011
Kelompok Diskusi MM Ang. XXIII_UKSW melakukan diskusi dengan topik ini dan fokus percapakan tentang "Dampak Pasca Konflik Tehadap Perekonomian Masyarkat".
kami tidak mencari penyebab terjadinya Konflik Ambon tahun 1999 dan
Konflik 11 September 2011, tetapi percakapan ini kami fokuskan pada
dampak konflik dan pascah konflik terhadap perekonomian masyarakat
Maluku terkhususnya Kota Ambon.
kami mencoba
mengidentifikasi seluruh persoalan perekonomian dan penangannya oleh
pemerintah dan para pelaku pasar ketika terjadi konflik di ambon.
Pertama,
kami melihat peran pemerintah dalam menjaga kestabilan perekonomian di
kota ambon yang berdampak langsung pada kesejahtraan masyarakat ketika
konflik. ternyata ditemukan berdasarkan pengalaman adalah ketika terjadi
konflik peran dan fungsi pemerintah lebih banyak terfokus pada proses
penyelesaikan konflik yang bersifat formalitas dan birokratis yang
hasilnya sampai saat ini juga belum terlalu nampak bisa mempengaruhi
sisi kemanusiaan yang riil dan bisa diterma oleh seluruk kelompok
masyarkat. hal ini menurut kami tidak ada salahnya, tetapi ada salah
satu cela atau kelemahan yang itu tidak dilihat oleh pemerintah yaitu
'Dampak Pasca Konflik Tehadap Perekonomian Masyarkat'. kondisi riil yang
terjadi ketika terjadi konflik adalah seluruh Fasilitas Publik, BUMN,
Bank, Sekolah, Pusat-pusat Perekonomian Masyarakat di tutup, dan untuk
mencari alternatif kebutuhan masyarakt sehari-hari (makanan) maka
terciptalah suatu pasar yang kontemporer/pasar kaget sebagi pusat
kegiatan jual beli barang. namun pasar kontemporer tersebut dipakai oleh
para pelaku pasar/produsen untuk mencari keuntungan dari masyarakat
lokal dengan menaikan dan menetapkan harga jual yang tinggi dari harga
jual normalnya. persoalan inilah yang menurut kami tidak diliha oleh
pihak pemerintah, (sudah jatuh, tertimpah tangga pula) pepanah ini
rasanya sesuai dengan realitas kondisi masyarakat ketika terjadi konflik
di ambon, ketika kerusuhan terjadi masyarakt harus mengungsi karena
rumah terbakar atau merasa keamanannya teramcam, bahkan ada yang tidak
bekerja, anak-anak tidak bersekolah, hal ini berbanding terbalik dari
sisi ekonomi ketika kebutuhan hidup sehari-hari harus terus terpenuhi
namun pendapatan menurun atau tidak ada sama sekali, itu kemudian juga
bisa menjadi pemicu konflik yang berkepanjangan. dan menurut kami tidak
ada campur tangan pemerintah terhadap pengawasan kontemporer tersebut,
sehingga kenaikan harga jual itu tidak bisa di kendalikan dan itu sangat
merugikan masyarakat ketika terjadi kondisi konflik dan pasca konflik.
persoalan
ini yang harus juga dilihat oleh pemerintah, walaupun terjadi konflik
tetapi mesti juga melihat dampak perekonomiannya karena itu menyangkut
kesejahtraan dan kebutuhan mansayarakat sehari-hari yang tidak bisa di
tunda. oleh karena itu walaupun seluruh kantor pelayanan publik tutup
dan seluruh pegawai daerah tidak bekerja tetapi harus ada langkah
antisipasi atau kebijakan oleh pemerintah Kota atau Provinsi untuk
melihat hal ini, kalau hal ini secara bersamaan dilakukan oleh
pemerintah, selain proses rekonsiliasi tetapi juga terjadi pengawasan
perekonomian pasar maka hal ini bisa membantu 'meminimalisir' potensi
konflik di Maluku/Ambon.
Kedua, kondisi riil lain
yang juga terjadi adalah terjadi penimbunan/penyimpanan sejumlah produk
kebutuhan sehari-hari masyarakat oleh para pelaku pasar/produsan untuk
mencari keuntungan saat terjadi konflik, dan hal ini otomatis akan
menciptakan kelangkahan produk di pasar, dan ketikan barangnya di jual
itu akan meningkatkan harga jual yang tinggi, dan lagi-lagi masyarakat
akan dirugikan dalam kondisi konflik tersebut. misalnya, beras, BBM
(bahan bakar minyak), sembako dll, semua ini merupakan kebutuhan pokok
masyarakat setiap harinya.
hal inilah yang masih merupakan
kelamahan pengawasan dari pihak pemerintah, karena seakan-akan ketikan
terjadi konflik terkesan yang menjadi ujung tombak penyelesaikan konflik
hanya Kepala Daerah, Kapolda, Pangdam, Tokoh-tokoh
Masyarakt/Adat/Agama, tetapi kalau pemerinya bijak maka bisa menggerakan
sebagian perangkat strukturalnya untuk mengantisipasi beberapa hal yang
kami sampaikan di atas. tetapi kami menyadari juga bahwa realitasnya
juga tidak demikian, tetapi mau dan tidak mau, suka dan tidak suka
kebijakan pemerintah harus juga bisa melihat salah satu dampak pascah
konflik yang kami diskusikan ini.
dari hasil pikiran
diskusi yang sederhana ini kami mencoba memberikan solusi pemikiran
untuk mengantisipasi 'Dampak Pasca Konflik Tehadap Perekonomian
Masyarkat', sebagai berikut:
- Pengawasan pasar harus dilakukan pemerintah, terkait dengan;
- kontrol harga jual di pasar-pasar kontemporer.
- menyediakan pasar yang kondusif: pengawasan dan pengamanan zona transaksi barang yang aman untuk menurunkan harga jual di pasar.
- pengawasan terhadap para pelaku pasar yang coba untuk menimbun/menyimpan produk kebutuhan masyarakt sehari-hari.
2. PENDIDIKAN;
kalau manusia Maluku sudah pintar dan cerdas maka potensi konflik bisa
diminimalisir, karena Pendidikanyang baik akan berdampak pada
peningkatan SDM, perekonomian, dan menciptakan manusia maluku yang
bermoral baik. (kongkritnya, kurikulum pendidikan lokal harus dimasukan
nilai-nilai sosial-budaya, kemajemukan, solidaritas dan etika) menurut
kami itu akan sangat bermanfaat untuk meminimalisir potensi konflik
horisontal antar kelompok.
3. BUDAYA; sala satu solusi
resolusi konflik maluku yang masih ampuh adalah 'Budaya' niali
folosofinya harus tetap di pertahankan dan maknai oleh seluruh manusia
maluku.
demikian pemikiran serhana kami
yang bisa di tuangkan dalam Kelompok Diskusi MM Ang. XXIII_UKSW. semoga
bermanfaat....Tuhan Memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar