1. Johanes Leimena dan Nasionalisme
Pria
kelahiran Ambon, tepatnya di desa Ema pada tanggal 6 Maret 1905 ini
berasal dari sebuah keluarga yang sederhana. Menghabiskan waktunya di
Ambon sampai usia 9 tahun, hidupnya kemudian berlanjut di pulau Jawa
bersama pamannya. Sebagian waktu pendidikan dasarnya dijalaninya di
tengah keluarga, sebelum memasuki lingkungan yang lebih hetorogen baik
di ELS (Europeesch Lagere School) maupun di Paul Krugerschool (Sekarang SMP PSKD).
Dari
latar belakang keluarga guru yang berdisiplin dan taat beragama serta
pendidikan yang menekankan mutu intelektual, membuat Leimena bertumbuh
dalam kepekaan lingkungan sosialnya. Di STOVIA yang pada saat itu
dekenal sebagai kampus perjuangan, Leimena muda mulai menempa hidupnya
untuk berjuang membebaskan bangsanya dari kekuasaan kolonial.
Perjumpaannya dengan Dr. I.L Van Doorn seorang ahli kehutanan tropis
yang diutus oleh NCSV (Nederlanche Cristelijke Studenten Vereniging)
semakin mematangkan pemikirannya. Mereka berdua kemudian membentuk CSV
op Java pada tanggal 28 Desember 1932 di Kaliurang Yogjakarta. Melalui
CSV op Java inilah, Leimena mematangkan pemahamannya mengenai kenyataan
Kolonialisme, Nasionalisme dan Gerakan Oikumene. Selain itu Om Jo juga
terlibat dalam perkumpulan “Jong Ambon” sebagai Ketua Umum dan ikut
aktif dalam persiapan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Pengalaman
dimasa mudanya menjadikannya seorang pemimpin pada zamannya, Leimena
bahkan disegani oleh kawan maupun lawannya. Berbagai jabatan politik
pernah disandangnya yakni Menteri Kesehatan pada berbagai kabinet,
Menteri Sosial, Menteri Distribusi, Wakil Menteri Pertama,Wakil Perdana
Menteri bahkan “Om Jo” oleh Soekarno dipercayakan sebagai Pejabat
Presiden sebanyak 7 (tujuh Kali). Di Legislatif, Leimena pernah menjadi
Anggota DPR-RI/Anggota Konsituante/Wakil Ketua Konsituante RI tahun
1956-1959. Selain itu Leimena juga pernah menjadi menjadi anggota DPA-RI
(Dewan Pertimbangan Agung).
“Om Jo” Juga tekun di bidang
kesehatan, dunia yang digelutinya semasa bangku pendidikan. Orang
kemudian mengenal “Salep” Leimena yang Mujarab bahkan Konsep PUSKESMAS
yang terkenal sampai dengan saat ini. Beberapa Rumah Sakit Pernah
dipimpinnya seperti Rumah Sakit Banyu Asih Purwakarta, Rumah Sakit
Tanggerang, dan Rumah Sakit PGI Cikini.
Pengabdian yang besar
kepada bangsanya, membuat Leimena memperoleh tanda Jasa/tanda Kehormatan
oleh negara maupun dunia Internasional. Oleh Negara Leimena memperoleh
Bintang Gerilya, Bintang Mahaputera Kelas II, Satya Lencana Pembangunan,
Satya Lencana Kemerdekaan, Satya Lencana Karya Satya Kelas I. Beberapa
Negara yang memberikan tanda kehormatan yakni, Filipina, Bolivia,
Rumania, Yugoslavia, Ekuador, Thailand, Republik Persatuan Arab,
Kamboja, Meksiko.
Gagasan tentang Kewarganegaraan yang bertanggung
jawab adalah sebuah pemikiran “Om Jo” yang begitu monumental. Menurut
Om Jo, fungsi negara dalah mengatur, melindungi dan mempertahankan
kehidupan sebagai satu kesatuan. Negara dengan demikian mempertahankan
dan melindungi kehidupan dan hak-hak dari penduduknya. Negara mengatur
hal-hal ini atas dasar hukum keadilan (rechten rechvaardigheid). Adanya
fungsi negara untuk mengatur, melindungi dan mempertahankan kehidupan
warga negara akan menumbuhkan konsepsi warga negara yang bertanggung
jawab. Warga negara yang bertanggung jawab berarti bahwa warga negara
turut bertanggung jawab atas seagala sesuatu yang berlaku dalam
negaranya. Ia turut bertanggung jawab atas maju mundurnya negara itu.
Terhadap kemajuan ia memuji pemerintah, terhadap kemunduran, ia
memberikan kecaman kepada pemerintah melalui saluran-saluran yang legal.
Karena itu, kita hanya dapat mengatakan bahwa kita adalah warga negara
yang mau turut bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berlaku dalam
negara, jika kita mempunyai keinsyafan kenegaraan (saatsbewustzijn).
Ridwan
Saidi mantan ketua umum PB HMI dalam perjumpaannya dengan “Om Jo”
menceritrakan bahwa dengan pemikirannya yang kritis “ Om Jo” pernah
meminta kepada Soekarno Presiden pertam RI untuk tidak membubarkan HMI
yang pada saat itu dianggap sebagai anderbouw MASYU,MI. Om Jo menggap
bahwa HMI adalah salah satu elemen bangsa yang turut memperjuangkan masa
depan Indonesia, Om Jo menganggap bahwa tindakan ini tidak demokratis.
Sebagai seorang anak Maluku yang lahir di Ambon dan kemudian melanjutkan
hidupnya di tanah Jawa Leimena bahkan tidak pernah menunjukan sikap
sebagai keambonannya yang smpit seperti pengakuan Dr.G.A. Siwabessy
dalam perjumpaannya dengan Om Jo di Kaliurang tahun 1931. Om Jo dengan
Jong Ambon bahkan berjuang membangun kesadaran kebangsaan dikalangan
orang Ambon saat itu, Sebagai Ketuanya Om Jo terlibat dalam
mempersiapkan deklarasi Sumpa Pemuda dalam Kongres Pemuda I pada tanggal
28 Oktober 1928. Momentum ini kemudian menjadi momentum bersejarah
dalam perjuangan Indonesia merdeka, kerana munculnya sebuah kesadaran
nasionalisme dikalangan generasi muda saat itu.
2. Dr Johanes Leimena dan GMKI
Perkenalan
“Om Jo” diawali ketika pertemuannya dengan Dr C.L Van Doorn Seorang
Ahli Kehutanan Tropis yang diutus oleh NCSV (Nederlanche Cristelijke
Studenten Vereiging) guna melayani mahasiswa Kristen di Hindia Belanda.
Leimena saat itu sementara melanjutkan studinya di STOVIA. Mereka berdua
kemudian mendirikan CSV op Java pada tanggal 28 Desember 1932 di
Kaliurang Yogjakarta.
Sebenarnya sebelum tahun 1924 sudah ada
organisasi mahasiswa Kristen yang berdiri secara spontan. Di Jakarta
sendiri ada “Vereniging Christelijke Studenten” yang dipimpin oleh
Leimena dan Tindas. Mereka malah mempunyai organ yang bernama Wegwijzer (Petunjuk Jalan) yang terbit sampai tahun 1924.
Di Bandung ada “Bandung CSV” dan “ De Dageraad” (Fajar) dengan sebuah organ yang bernama “De Christelijke Jonglingenbade” dengan redaksi W.H.Tutuarima dan J. Wattimena. Di Surabaya sejak tahun 1913 para pelajar NIAS terlah mendirikan “Jong Indie”. Sepanjang
sejarahnya selama 12 Tahun CSV op Java dipimpin oleh Leimena
(1932-1936), Mr Khouw (1936-1939), dan Kemabli Leimena (1939-1942).
Tonggak
sejarah cukup penting dalam kehidupan CSV op Java ketika
dilaksanakannya Konperensi Citerup pada tahun 1933 yang diprakarsai oleh
WSCF, konprensi ini dihadiri oleh GMK-GMK se-Asia. Leimena dalam
sambutannya menjelaskan Tugas CSV op Java yang harus berjuang dalam
konteks penjajahan dan pergerakan nasional. “ The Indonesian
Christian Student must not shouw that bicause being christian, they also
belong to the “sana” (Eraopean Grup), but that their vocation and
Christian duty is to work altogether as felow workes in the building up
of Indonesian people, to Which they folk and that they must realize that
bicause they have had the adventage of education, They are priviladged
calss”
Pemikiran dan sikap Nasionalisme dan Kekristenan
Leimena sebenarnya banyak diasah ketika Leimena aktif dalam CSV op Java.
Perjumpaannya dengan C.L Van Doorn dalam penalaan Alkitab semakin
memperkuat sikapnya untuk berjuang bersama bangsanya melawan
kolonialisme yang mindas hak-hak asasi manusia.
Pada masa
pendudukan Jepang di Indonesia selama kurang lebih tiga tahun sejak
tahun 1942, pemerintah kolonial Jepang melarang kegiatan-kegiatan
oprganisasi yang dibentuk di zaman Hindia Belanda. Hal yang sama juga
berlaku kepada CSV op Java yang didirikan di Zaman Hindia Belanda, CSV
op Java secara organisatoris otomatis berhenti melakukan aktivitas.
Namun pertemuannya secara terselubung antara anggota-anggotanya masih
terus dilakukan.
Hal ini disebabkan pemerintah kolonial waktu itu
masih memberikan kelonggaran menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dengan
syarat dilaporkan terlebih dahulu (tempat, waktu dan peserta). Di
Jakarta misalnya masih diselenggarakan Hari Doa Mahasiswa se-Dunia
(HDMS) bertempat di STT Jakarta.
Selain itu setiap minggu sekitar 15 Orang masih berkumpul di Bijbelkring yang
dipimpin oleh Sucipto mantan sekretaris CSV op Java. Setelah Proklamasi
ketika para pemuda membentuk berbagi barisan untuk mempertahankan
proklamasi, mahasiswa hukum dan kedokteran membentuk satu organisasi
mahasiswa kristen menggantikan CSV op Java. Organisasi yang dibentuk di
STT Jakarta itu namanya PMKI (Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia)
yang diketuai oleh Johanes Leimena dan O.E. Enggelen sebagai
sekretarisnya.
Di sisi yang lain muncul pula CSV Baru yang lebih
berpihak kepada pemerintah Belanda. Kedua organisasi ini tidak dapat
ketemu karena berbeda pandangannya tentang perjuangan nasional saat itu,
Karena menyadari betapa rumitnya hubungan PMKI dan CSV maka sejak bulan
Februari 1949, di Jakarta telah dibentuk satu “JOINT CAOMITTE” PMKI dan
CSV untuk mencari penyelesaian masalah itu. Anggotanya terdiri dari
J.Ch.L.Abineno, Ds.J.Boland dan Dr.O.E.Engelen.Penyelesaian Konflik
Indonesia-Belanda malalui perundingan dalam Konprensi Meja Bundar (KMB)
turut membawa angin segar bagi penyatuan kedua organisasi ini.
Pada
tanggal 9 Februari 1950, diadakan rapat di rumah Dr Johanes Leimena
yang meng hasilkan satu kompromi. Kedua organisasi ini bersepakat
membentuk satu organisasi baru untuk menampung anggota kedua organisasi
ini, organisasi ini yang kemudian dikenal dengan Gerakan Mahasiswa
Kristen Indonesia (GMKI), “Om Jo” kemudian ditetapkan sebagai ketua umum
pertama.
Pada saat itu Leimena menyampaikan pidato monumentalnya kepada GMKI : “Tindakan
ini adalah suatu tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan
masyarakat Kristen Khususnya. GMKI menjadilah pelopor dari semua
kebaktian yang akan dan mungkin harus dilakukan di Indonesia. GMKI
menjadilah sebuah pusat Sekolah Latihan (leerschool) daripada
orang-orang yang mau bertanggung jawab atas segala sesuatu yang mengenai
kepentingan dan kebaikan dari pada negara dan bangsa Indonesia. GMKI
bukanlah merupakan Gesselschaft malainkan ia adalah suatu Gemeinschaft,
persekutuan dengan Kristus Tuhannya. Dengan demikian ia berakar baik
dalam Gereja, maupun dalam nusa dan bangsa. Ia berdiri ditengah-tengah
dua Proklamasi: Proklamasi Kemerdekaan dan Proklamasi Tuhan Yesus
Kristus dengan injil kehidupan, kematian dan kebangkitan-Nya……”
3. Kiprah Leimena Dalam Pemerintahan Indonesia
Untuk
itu maka, melalui tulisan ini Kami berharap Orang Maluku dan Potensi
Bangsa Indonesia dapat kembali memberikan nilai penghargaan yang layak
bagi Sosok seorang Dr. Johanes Leimena.
Menelusuri kiprah Om Jo
dalam pemerintahan dimulai dengan jejak pendidikannya. Jenjeng
pendidikan pertama adalah Christelijke Europeesche Lagere School, tamat
tahun 1919 kemudian melanjutkan pendidikan MULO Jakart, tamat pada tahun
1922. Selanjutnya STOVIA Jakarta, tamat pada tahun 1930. Om Jo kemudian
melanjutkan pendidikan Kedokteran di Doctor in de Geneskunde, tamat
pada tahun 1939.
Karier Pegawai Negeri Om Jo, antara lain Pegawai
Tinggi Departemen Kesehatan RI, mulai 30 Juli 1953 s/d 09 April1957.
Sebagai orang yang aktif dalam pemerintahan, Om Jo pernah dipercayakan
dalam jabatan sebagai Menteri Muda Kesehatan dalam pemeritahan yang
terbentuk pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945. Setelah penyerahan
kedaulatan dari pemerintahan colonial belanda ke Pemerintahan Indonesia
(Desember 1949) terbentuklah Pemerintahan RIS, dimana Om Jo menjabat
Menteri Kesehatan sampai pada pemeritahan NKRI (Terbentuk Agustus 1950).
Kiprah
Om Jo dalam Pemerintahan lebih menonjol pada periode pemerintahan
demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno (1960 – 1967), dimana dokumen
Negara RI mencatat Dr. Johanes Leimena (Om Jo) pernah memegang jabatan
Wakil Perdana Menteri, Pejabat Presiden, dan Sekretaris Negara.
Jabatan
lain dalam lembaga tinggi Negara antara lain Anggota DPR RI / Anggota
Konstituante/Wakil Ketua Konstituante RI (Tahun 1956 – 1959), Carataker
Wakil KetuaI Dewan Pertimbangan Agung RI (Tanggal 26 Juli 1966 sampai 14
Februari 1968), Anggota Dewan Pertimbangan Agung RI (Tanggal 14
Februari 1968 sampai 8 Agustus 1973).
Atas komitmen yang kuat dari
Om Jo dalam membangun Bangsa ini, Pemerintah Republik Indonesia
menganugerahkan sejumlah tanda jasa/kehormatan diantaranya Bintang
Gerilya, Bintang Mahaputra Kelas II, Satya Lancana Pembangunan, Satya
Lancana Kemerdekaan, Satya Lancana Karya Satya Kelas I. Selain itu juga
dari Pemerintahan Negara – Negara Asing diantaranya Sikatuna Lokan
(Filipina), Condor de Los Andes (Bolivia), The Order 23rd of Agustus’2nd
Class (Rumania), Ordenom Yugoslavenska Zet tave I Ridar (Yugoslavia),
Al Merito (Ekuador), Bintang Penghargaan (Thailand), Bintang Penghargaan
Republik Persatuan Arab, Bintang Jasa dan Penghormatan (Kamboja),
Bintang Jasa dan Penghormatan (Meksiko).
Dari paparan diatas,
jelas bagi kita bahwa seorang Dr Johanes Leimena punya komitmen yang
kuat dalam kemajuan bangsa ini. Karenanya sudah selayaknya saat ini kita
memberikan penghargaan kepada beliau sebagai bentuk penghormatan
tertinggi bangsa ini.