Samuel Warella

Kamis, 20 Oktober 2011

Cerita Di Balik Aksi Damai “Suara Damai Dari Timur Untuk Indonesia” - Antara Beta dan Gong Perdamaian Dunia itu

Oleh : Weslly Johannes

Tentang Monumen Gong Perdamaian Dunia (World Peace Gong) yang bertempat di kota Ambon - Maluku, saya punya cerita dan malam ini, baru sekali, saya ingin menulis tentang satu peristiwa baik yang baru saja terjadi di situ dan hal itu yang merubah kesan saya tentang monumen ini. Saya pernah bersumpah untuk tidak menjejakkan kaki di tempat ini karena beberapa sebab yang tidak perlu lagi saya sebutkan. Tapi mungkin hanya akan saya singgung sedikit terkait peristiwa hari ini. Semoga tidak basi. 

Saat bakudapa di depan pintu pagar Monumen Gong Perdamaian Dunia, Bung Berry bilang begini : “Pada waktu gong ini dibangun, pemerintah hanya bikin kulit tanpa isi”. Jadi, apa yang dibangun itu adalah monumen yang tidak monumental. 

Begini maksud saya, monumen itu bangunan atau tempat yang mempunyai nilai sejarah yang penting, karena itu dipelihara dan dilindungi dan saat berada di situ atau pun hanya sekedar memandangnya dari jauh akan menimbulkan kesan peringatan pada sesuatu yang agung. Kesan peringatan pada sesuatu – biasanya peristiwa, selain tokoh, waktu, dan tempat, di dalamnya juga ada nilai-nilai – yang agung inilah yang dimaksud dengan monumental. 

Jadi, bangunan atau tempat baru boleh disebut monumen jika setiap orang yang memandangnya atau berada di sekitarnya beroleh kesan yang mendalam tentang sesuatu peristiwa di masa lampau yang bermakna. Nah, di sinilah persoalan saya dan beberapa teman yang pernah bersumpah untuk tidak menjejakkan kaki di tempat itu. 

Saya belum menyebutnya monumen pada saat itu, karena memang saat memandangnya, tidak menimbulkan kesan apa-apa selain protes keras pada orang-orang yang berpikir bahwa damai itu serta merta akan terwujud saat logam besar itu dipancang dan dibunyikan. Namun, syukurlah ! Lewat undangan yang tidak terduga dari "abang" Morika, saya bisa berjumpa dengan kawan-kawan dan dalam percakapan yang terjadi di depan pintu pagar Monumen Gong Perdamaian Dunia sore tadi, saya menemukan maknanya dalam kata-kata Bung Berry.

Dari percakapan itu, saya memahami bahwa pekerjaan hari ini (Suara Damai dari Timur untuk Indonesia) dan pekerjaan-pekerjaan sebelumnya yang dilakukan oleh anak-anak muda dari berbagai komunitas di kota Ambon adalah pekerjaan memberi makna baru bagi sebentuk beton dan logam tanpa makna itu. Percakapan dengan Bung Berry dan kawan-kawan di depan pintu pagar Gong Perdamaian Dunia tadi memberi cukup alasan bagi saya untuk melanggar sumpah dan untuk pertama kalinya menjejakkan kaki di sana. 

Sudahlah ! Adalah lebih baik mulai melakukan kebaikan dari tempat yang pernah saya sumpahi ini, daripada membiarkannya tidak bermakna bagi diri sendiri. Ah, jadi ingat ada seorang dosen pernah bilang begini : “Hidup adalah pekerjaan memberi makna pada setiap peristiwa”. Tanpa makna, maka setiap peristiwa akan begitu saja berlalu.

Saat memasuki pelataran Gong Perdamaian Dunia, saya sedikit kaku namun perlahan rasa itu hilang saat aksi damai yang dikemas dalam pentas budaya bertajuk “Suara Damai dari Timur untuk Indonesia” dimulai, lalu saya tenggelam dalam alunan musik dan lirik lagu sarat makna, mendengar dan meresapi bait demi bait lalu teater lalu lagu dan akhirnya doa. Saat hendak berdoa, saya jadi sadar bahwa sejak tadi serasa sedang “sembahyang”.

‘Tuhan’ seakan-akan saya jumpai dalam lirik-lirik lagu, bait-bait puisi, dan butir-butir resolusi yang berbisik lembut bahkan sesekali berteriak dengan lantang untuk mengharuskan kita bergerak mewujudkan damai dan menentang setiap tindak kekerasan atas nama agama atau atas nama tuhan sekali pun, kapan saja, di mana saja. 

Saya benar-benar merasakan energinya! Ini peristiwa monumental yang merubah cara pandang saya terhadap tempat ini. Serentak, Monumen Gong Perdamaian Dunia ini benar-benar jadi monumen. Monumen yang akan selalu mengingatkan saya bahwa di sini kita yang berbeda-beda pernah bersumpah untuk terus bergerak dalam satu semangat menuju satu arah "mewujudkan damai dan menentang segala bentuk kekerasan atas nama agama bahkan atas nama tuhan sekali pun". Saya sadar bahwa kadang jika sesuatu tidak mungkin lagi dirubah (seperti gong itu), maka mungkin saya yang harus berubah.

Begitu aksi damai itu selesai, saya memandang gong di atas sana sambil berkata dalam hati : “Cukuplah! Kita sudahi pertengkaran ini sampai di sini sebab kita sudah memulai sesuatu yang baik bersama-sama”. Sembari berpamitan, saya melangkah keluar dengan damai dan setelah selesai menulis dan membagikan tulisan ini saya akan beristirahat dengan damai pula. Bukan mati, hanya istirahat!
Sebelum beristirahat... Ingat sumpah kita tadi dan jangan lupa berdoa...
Mungkin Kami butuh Cinta yang Banyak
– Sebait doa –
Dalam damai yang sepenggal aku meminta
Tuhan, sebelum Engkau mati tertikam pemberontakan manusia
Maka berikanlah kami cinta yang banyak
agar ada sisa untuk mencintai sesama
saat sudah habis semua cinta kami berikan pada diri sendiri, agama, sekeping kebenaran, dan keyakinan
dan tambahkan lagi sedikit cinta untuk kembali menemukanMu
sebab Engkau adalah cinta itu
Tuhan, mungkin kami butuh lebih banyak lagi cinta!
----------------------------------
Terima kasih buat MHC, Ambon Bergerak, Sageru, D’Embalz, Semang, Bengkel Sastra Maluku, Bengkel Seni Embun, Opa Bing Leiwakabessy, Bung Glenn Fredly, Bung Rence Alfons, Amadeus, Mara Christy, dan semua yang tidak sempat disebut satu demi satu. Kita semua berbeda karenanya kita masing-masing unik dan istimewa, tapi malam ini dan seterusnya kita harus satu “Suara [kan] Damai dari Timur untuk Indonesia” kita yang satu dalam beda. Lawamena !

4 komentar:

  1. Suka puisinya....., memang, gong perdamaiaan hanya akan menjadi benda mati tak bermakna jika kita yang hidup tidak menjadikannya memiliki makna yg hidup.

    BalasHapus
  2. ia benar kaka maya.... gong perdamaian hanya merupakan simbol kedamaian, tp kenyataanya secara subtansial perdamaian itu belum dirasakan bahkan dilakukan oleh individu dan kelompok yang bertikai.... tp benar kata teman saya yang menulis tulisan ini,.. gong ini akan bermakna ketika memaknai simbol perdamaian itu.

    BalasHapus
  3. Mulailah berdamai dengan diri sendiri lalu keorang lain. Ketika kita mau memulai dari diri kita..ada damai...maka ada keadilan dan keadilan akan dapat dibuktikan dengan cinta kasih. Kalau mau mengharapkan perubahan, mulailah dari diri sendiri.

    BalasHapus
  4. ia bunda.... makasih atas nasehatnya.....

    BalasHapus